RINDUKU TETAP RINDUKU, RINDUMU ITU YANG SEDANG KU RINDU

(*)
AKU TIDAK BERUBAH, MENANTI 
KEHENINGAN MALAM

Pernahkah kau berfikir hal yang lebih menyakitkan dari menanti? Yaitu, ketika kamu telah menemukan ‘rumah’ baru, tempat kau berteduh dari kesenjangan, memberikan kenyamanan didalamnya, dan melupakan belenggu yang pernah terukir dalam suatu kisah, yang kau sebut dengan kenangan.

 Kau berusaha pergi, disaat aku menanti kedatanganmu, kau menjauh, disaat aku ingin berlabuh, kau pergi tanpa sepatah-katapun, membiarkanku melamun, dan akhirnya mati tanpa ampun

Mungkin, bagimu itu biasa, membiarkan luka melekit tanpa asa. Menjadikan memori menjadi history yang kelak akan kau remove dari dalam diri. Membiarkanku menanti dan terus menanti. Apakah kau tahu atau tidak? Atau kau yang mungkin tidak ingin tahu? Aku tidak peduli itu.

Suasana malam kembali hidangkan kenangan kelam, tentang ikatan yang menginginkan kembali dua insan yang saling memuja. Ikrar yang sempat terucap oleh bibir manismu ‘Jangan berubah’Tetaplah begini’ kini menjadi jamu pahit yang mematikan rasa, membeku pilu, dan akhirnya mati dalam belenggu.

Aku tak yakin kau percaya, tentang bersikeras nya aku yang tidak ingin berubah. Hanya saja berbeda, malamku kini tak sesejuk malam kemarin. Mungkin Bulan telah mencuri angin dariku, mungkin saja Langit juga menarik oksigen dariku. Agar aku sesak, kemudian mati dalam penantian.

                                                                             -Kamu yang selalu dinanti-

                                                                              Fajar Kesuma M | 07-11-2017



 (**)
RINDUKU TETAP RINDUKU, RINDUMU ITU YANG SEDANG KU RINDU

Menantimu adalah hal yang lumrah bagiku, menyibukkan diriku dengan kegiatan-kegiatan yang mungkin tak berarti, menatap jam berjalan sesuai waktunya, berharap kau datang dan menghentikan penantianku ini. Namun sayang, beriringnya waktu, kau pun tak kunjung datang. Kini aku hanya bisa satu, yaitu ‘merindukanmu’.

Pernah kau berfikir hal yang lebih menyakitkan dari merindu? Yaitu, ketika kamu sangat menginginkan kehadirannya, dan disaat itulah keberadaan mu tidak diinginkannya. Bagiku itu biasa, menahan gejolak rindu yang memuncak, dan menetralisir dengan segala cara yang kupunya. Mungkin, melakukan hal konyol yang memecahkan tawa sekitar, mungkin juga menjadi orang gila demi kebahagiaan orang banyak. Aku tak peduli bagaimana aku, yang ku tahu mereka bahagia karena ku.

“Hai, orang yang sedang dirindu!” Apakah kau juga merasakan rasa yang sama? Atau justru kau tidak pernah menganggapku ada? Ah, aku tak perduli itu. Yang kutahu, aku merindukanmu, sangat merindukanmu.

Biarlah rinduku tetap menjadi rinduku, terpendam bersama pilu hati yang menjerit. Terbang bersama kenangan yang kusebut dengan angan-angan. “Apakah kau rindu denganku?”. Itu urusanmu, yang menjadi urusanku adalah bagaimana aku tetap bertahan dengan kerinduan yang menerpa tanpa henti.

                                                                                             -Penikmat Rindu-

                                                                                  Fajar Kesuma M | 07-11-2017


  (***)
HANYA BUTUH WAKTU, UNTUK BERLALU
          
Detik berganti menit, Menit berganti jam, Jam berganti hari, dan begitulah seterusnya. Namun, tiada kebahagiaan yang didapat, hanya rindu yang semakin melarat. Menenangkan jiwa yang terkontaminasi kejamnya penantian. Penantian yang tiada ujung, namun berselubung. Semakin jauh aku melupakan, semakin kuat pula ingatanku terhadapmu. Entah mengapa, ramuan apa yang kau mantra kepadaku. Seakan aku terpikat pada bayangmu. Ketentraman tak juga sanggup untuk meredam gejolak rindu ini. Mungkin, bersemedi adalah cara tepat menetralisirnya.

Berdiam diri dalam ketenangan, menolak keras akan kericuhan yang mengusik ketentraman. Menenangkan jiwa, mendinginkan kepala yang sempat memanas karena mu.
         
Kita hanya butuh waktu, mungkin lebih tepatnya aku. Aku hanya menunggu waktu berjalan, dan menikmati kehidupan yang seharusnya menjadi hakku.

Menjadi perangai cuek mungkin itulah aku sekarang. Tak perduli terhadap apa yang terjadi disekitar. Bukan aku angkuh, hanya saja tak ingin terjerat, dan akhirnya kembali jatuh dalam suasana sendu.

Ku yakin, malaikat pun percaya, betapa terpuruknya aku sekarang, impian yang terancang kini berserak bak kayu yang telah menjadi arang. Tugasku hanya menjadikan diriku yang dulu, mengembalikan angan yang sempat terbang tertiup angin, mengumpulkan harapan yang terserak karena penantian. Aku harus percaya, waktu akan membawa pergi kenangan itu dari hidupku, dan membiarkanku bahagia dengan cara yang ku punya.

-Semoga Bahagia-


Fajar Kesuma M | 07-11-2017








You may also like

No comments:

Powered by Blogger.

About Us

Tentang Ku Fajar Kesuma Mustaqim