MALAM YANG TAK KUNJUNG USAI


Senja meninggalkan fajar diufuk orange nya langit. Menambah keindahan tersendiri suasana sore dikala itu.

Terpaku menatap monitor yang menyala.

Tatapan nya hampa, lurus tak bertitik. Sepertinya ada pesan tak tersampaikan.

"Ray!". Panggil ku kepadanya.

"----"

"Sudahlah Ray, hentikan kebiasaanmu itu".

Sekarang sudah tengah malam, tatapan Ray dimonitor itu tak kunjung usai. Matanya berkaca, menahan air mata yang hendak jatuh membahasi pipi Ray. Aku tidak tahu jelas mengapa iya selalu melakukan itu. Hampir setiap malam, iya membuka laptop dan tertegun dihadapannya. Kebiasaan yang aneh menurutku. Sering kucoba menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, namun tetap saja ia hanya diam dan fokus kepada monitor itu.

Kumatikan laptop nya dengan sengaja.

"Apa-apaan kamu!". Matanya yang tadi berkaca, seketika berubah menjadi sinis.

"Kamu bisa lihat jam tidak? Ini sudah tengah malam, kamu sudah berdiam disana selama 5 jam. Apa kamu tidak lelah?".

"---". Lagi-lagi dia menghiraukan ku.

"Sudahlah, aku ingin tidur". Ray meninggalkanku, dan beranjak menuju kamarnya.

Apa yang sebenarnya tarjadi?

Sudah seminggu lebih Ray melakukan kebiasaan nya itu. Anehnya, ia selalu mengrahasiakan dalang dari kebiasaannya itu. Seperti ada pesan tak tersampaikan. Semua rahasia, bak densus 88 yang mengintai sebuah target.

Ku hidupkan kembali laptopnya.

Tampak jelas foto wanita cantik berhijab di wallpaper nya.

"Siapa dia?".

"Mengapa dia tidak pernah cerita tentang wanita ini?".

Ray adalah sahabatku, kami berteman sudah cukup lama. Dia selalu bercerita tantang apa yang ia rasa. Namun, tidak untuk wanita ini, dia merahasiakan nya dariku. Sepertinya dia tidak ingin aku mengetahui pasal wanita ini. Wajahnya cantik, ditambah dengan hijab yang ia kenakan. Rasa penasaranku semakin besar dengan wanita ini.

Kubuka folder dilaptopnya. Berharap kudapatkan sumber lain yang membuat rasa penasaranku hilang. Tak satupun yang dapat memperkuat siapa wanita itu. Tapi, kutemukan satu foto kembali, namun kali ini foto seorang pria. Berbeda dengan foto di wallpaper, difoto ini tampak seorang pria berpenampilan kumuh, layaknya seorang preman.

"Siapa pria ini?"

"Bukannya dia seorang preman?".

"Kenapa Ray menyimpan foto ini?.

Beribu pertanyaan terbesit di kepalaku. Bukannya memperkuat pasal foto di wallpaper itu, justrtu menambah rasa penasaranku kepada Ray. Penuh dengan teka-teki.

"Dika! Kamu ngapai?". Seketika Ray mengagetkanku.

Ray terbangun, dan mendapati ku yang sedang membuka laptopnya.

"E...Maaf Ray". Jawabku terbatah-batah.

"Kenapa sih kamu selalu sibuk dengan kehidupanku? Kenapa kamu selalu penasaran dengan apa yang kulakukan?". Kini emosinya mulai memuncak.

"Maaf Ray, aku tidak bermaksud untuk mengurusi hidup mu, aku hanya ingin kau bahagia, tidak murung seperti ini". Jawabku pelan.

"Ada sedikit masalah".

"Kita bersahabat sejak lama, kau bisa bercerita denganku, aku akan dengar keluh kesahmu".

(*)

Dimalam itu, ketika hujan mengguyur deras perkarangan rumahku. Aku dan ibuku hanya menikati dinginnya suasana malam.

"Ayah dimana bu?". Tanyaku menatap mata seorang pahlawan tak bersayap.

"Lagi duluar, Nak." Jawabnya pelan.

"Kenapa Ayah jarang dirumah Bu?".

"Ayah lagi mencari nafkah untuk kita, Nak". Jawabnya senyum, meneduhkan hati.

Aku tidak tahu jelas perkejaan Ayah ku. Yang kutahu, Ayah pulang disaat kami nyenyak dalam tidur, dan pergi kembali disaat kami belum terbangun. Begitu setiap harinya. Sosok Ayah tak kudaptkan seutuhnya, aku memiliki Ayah, namun tidak untuk kasih sayangnya. Kadang aku iri melihat mereka. Mereka yang mendapatkan kasih sayang Ayah seutuhnya, yang mengayomi anak dan isterinya. Tidak dengan Ayahku. Namun, aku tetap sayang padanya bagaimanapun itu.

"Sebenarnya pekerjaan Ayah apa Ibu?".

"Ayah bekerja sebagai kuli, Nak".

"Sudahlah ini sudah larut malam, lebih baik kita tidur". Ajak nya lembut sambil menghelus kepalaku.

Aku tidur bersama Ibuku, nyenyak rasanya tidur bersamanya. Ditambah lagi helusan lembut tangan nya dikepala, menambah kenikmatan tersendiri bagiku.

"Assalamu'alaikum!".

Terdengar keras suara dobrakan pintu.

Ibuku yang sudah nyenyak tertidur, sontak terbangun dari tidurnya.

"Wa'alaikumsalam".

Seketika aku ingin bangun dan melihat mereka, namun kuurangkan niat ku itu. Aku berpura-pura tidur dan mendengarkan perbincangan mereka.

“Kamu dari mana saja, Mas? Hujan deras begini pun kamu tak ingat dengan kami?”. Suaranya terbatah-batah, kutahu itu suara Ibuku. Sepertinya dia menangis.

“Ah, kamu sibuk saja!”. Suara nya keras, menandingi suara dentuman air hujan yang menerpa atap kami.

“Taubat Mas, taubat! Semua yang kamu lakukan itu adalah haram. Dan harta yang kamu berikan kepada kami itu adalah harta yang kamu peroleh dengan cara yang tidak benar”.

“(Ayah menampar Ibu)”.

Hatiku hancur, seketika aku ingin bangun dan memeluk Ibuku yang tak bersalah. Kembali kuurungkan niatku itu, aku takut Ibuku semakin tersiksa jika ia mengetahui bahwa kebenarannya kini tak lagi tersimpan. Ayah yang selama ini ku damba-dambakan, kini sirna dan berubah menjadi kebencian. Ibu yang selalu menyimpan rahasia jahatnya, kini ia lakukan semaunya. Aku benci Ayah!

Bagiku Ayah telah tiada, aku terlahir tanpa Ayah. Ayah telah mati!. Air mataku tak mampu ku bendung, kekecewaan dan amarah kini beradu jadi satu. Pantas, Ibu selalu menyembunyikan ini kepadaku, karena dia tak ingin aku sedih karena ulah kekasihnya itu.

“Tega kamu iya, Mas! Kamu tidak kasihan apa dengan anak kamu? Ia seharusnya merasakan pendidikan seperti anak-anak lainnya, namun yang kamu berikan apa? Kamu haya fikirkan ego kamu saja!”. Tangis Ibuku kini semakin memecah.

“Anak-anak kamu, kamu urusi aja sendiri!”.

Malam itu adalah malam terburuk yang ku punya. Semua terjadi diluar dugaanku.

Keesekoan harinya.

Secarik kertas terletak diatas meja.

Ibu, maafkaan Ray, Ray sudah menjadi beban dikeluarga. Ray paham, dengan kehadiran Ray dikeluarga ini, justru menambah kericuhan mendalam. Ray sudah mengetahui semuanya. Ayah yang selama ini Ray dambakan bukanlah Ayah yang seutuhnya. Orang yang selama ini Ray rindukan, kini hanyalah sosok yang Ray benci keberadaannya. Maaf, Ray tidak bisa memberikan yang terbaik buat Ibu. Tapi, Ray janji bu, suatu saat Ray akan buktikan bahwa anak pembawa sial, akan membuat orang tuanya menangis karena kesuksesannya. Tolong, Ibu jangan mencari Ray. Ray akan jaga diri sendiri. Ray minta Ibu jangan tinggal bersamanya lagi. Lebih baik Ibu tinggal dikolong jembatan, dibanding tinggal bersama Pria ***** itu! Karena itu lebih baik bagi Ray.

Ray akan selalu merindukan Ibu, jaga diri baik-baik iya bu.

Ray sayang ibu,



You may also like

No comments:

Powered by Blogger.

About Us

Tentang Ku Fajar Kesuma Mustaqim